Semenjak
kecil beriring—cinta monyet itu sementara katanya
Monotonis
yang terulang dalam repetisi
Kau
tahu saat-saat derita menghadang, merayapi tiap-tiap sudut kisah yang tak usai
Kau
tahu tak perlu beranjak, kau ulurkan tangan dengan harapan yang membisu
Dan
setiap alinea bahagia yang mampu menyihir, seolah takdir tiada ingin tahu
Bagaimana
sang malaikat maut hampir menyapa?
Kau
pilih seribu alasan untuk meniti jalan; tiada tahu akhir; maupun ujung dari
suram
Karena
takdir menghadirkan duka; selalu dan selalu; tiada kata bosan menyanggah
Kau
dan dia mungkin menemukan satu tawa untuk singgah
Sebelum
kemudian takdir merenggut laun
Kalian
menghidupkan senyum di bawah nestapa; meski sedikit waktu kan runtuh dan hancur
Kalian
menoreh keyakinan bahwa selamanya itu ada
Bahwa
kekal kebersamaan itu faktanya tercipta,
Namun—
Dewi
takdir bukan panah cinta; dari balik awan ia mengintip dan menurunkannya
Malaikat
maut untuk mengakhiri segala
(
bahkan uluran tanganmu dengan harapan membisu, tak mampu selamatkan )
Pacitan, 31 Januari 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar